TAFAKUR
TAFAKUR
(Tafakur (تَفَكُّر) secara bahasa berasal dari kata fakkara-yufakkiru-tafakkuran yang berarti merenung, memikirkan, atau mencermati secara mendalam.)
Nabi (s) bersabda,
تفكر ساعة خير من عبادة سبعين سنة
Tafakkarru sa`atin khayrun min `ibaadati saba`iin sannah.
Mengingat Allah (swt) (tafakur atau kontemplasi atau meditasi) selama satu jam adalah lebih baik daripada tujuh puluh tahun ibadah.
Melakukan meditasi selama satu jam atau bahkan satu momen, kalian akan diberi ganjaran lebih dari tujuh puluh tahun beribadah. Itu adalah hadits Nabi (s). Bagaimana mereka mengatakan bahwa tidak ada yang namanya meditasi, tidak ada tafakur, sementara ayat itu mengatakan, “Ketika kalian melakukan suatu kesalahan, pergilah kepada Nabi (s).” Dan bagaimana kita melakukan hal itu? Kita, dari sini, kita duduk dan melakukan meditasi melalui syekh kita, karena beliau berada dalam hadirat itu, beliau dalam hadirat yang cemerlang itu, beliau berada dalam makrifat itu, beliau berada dalam level itu! Jika beliau mengatakan, “Yaa Sayyidii, Yaa Rasuulullah (s)!” Nabi (s) akan menjawabnya! Atau jika beliau mengatakan, “Yaa Rabbii!” Allah menjawab, “Yaa `abdii, apa yang kau inginkan?” “Yaa Rabbii aku mohon ampunan-Mu.” Jadi, bagaimana melakukan hal itu? Apakah dengan duduk di depan TV sambil melakukan istaghfirullah atau dengan duduk sendiri sambil bermeditasi, menghubungkan kalbu kalian dengan syekh, dan dari syekh kepada Nabi (s)? “Ketika mereka berbuat aniaya kepada diri mereka sendiri, mereka datang kepadamu, yaa Muhammad, dan dalam hadiratmu, mereka memohon ampun!”
Jadi agar tobat kita diterima, kita harus berada dalam hadirat Nabi (s) dan kita tidak bisa berada di dalam hadirat Nabi (s) dengan situasi kita, jadi kita duduk dan bermeditasi, bukannya membayangkan, tetapi memikirkan mengenai hubungan kalan, konsentrasi pada syekh kalian, Mawlana Syekh Nazim al-Haqqani, semoga Allah memanjangkan umurnya, dan dari Sulthan al-Awliya kepada Nabi (s) agar ia sampai. “Di dalam hadiratmu, yaa Muhammad (s), mereka harus melakukan istighfaar,” jadi, apakah itu diterima atau tidak? Belum, itu masih dalam persiapan. Jika kalian menganiaya diri kalian sendiri, datanglah kepada Nabi (s) dan lakukan istighfaar, apakah itu diterima? Belum, masih ada satu lagi agar diterima, berikutnya adalah wastaghfara lahumu ‘r-rasuul, pada saat itu Nabi (s) akan melakukan istighfaar atas nama kalian.
Mawlana Syaikh Muhammad Hisyam kabbani
Sumber: https://sufilive.com/How-to-Go-to-the-Presence-of-Prophet-pbuh–5462-BH-print.html
Penjelasan:
Kesimpulan Suhbah tentang Tafakur oleh Mawlānā Shaykh Muhammad Hisyām Kabbani:
Dalam suhbah ini, Syaikh Hisyām menekankan bahwa tafakur (merenung, kontemplasi, atau meditasi spiritual) adalah bagian penting dan sangat agung dalam jalan thariqah. Tafakur bukan sekadar duduk diam, melainkan bentuk ibadah hati dan kalbu yang sangat mendalam, yaitu menghubungkan diri secara ruhani kepada mursyid, dan melalui mursyid kepada Rasulullah ﷺ, serta kepada Allah Ta‘ala.
Poin-poin utama dari suhbah ini:
- Tafakur selama satu jam lebih baik daripada 70 tahun ibadah biasa, sebagaimana sabda Nabi ﷺ.
- Tafakur adalah cara kita menghadirkan diri ke hadirat Nabi ﷺ, terlebih ketika kita melakukan kesalahan atau dosa, sebagaimana firman Allah dalam QS. An-Nisa: 64.
- Proses ini dilakukan dengan menghubungkan hati kepada mursyid (Syaikh), lalu kepada Rasulullah ﷺ, karena para mursyid sejati berada dalam kedekatan (maqam) makrifat dan cahaya kenabian.
- Istighfar kita belum diterima secara sempurna, kecuali dilakukan dalam hadirat Nabi ﷺ, dan setelah itu Nabi ﷺ sendiri yang memintakan ampun kepada Allah untuk kita (wastaghfara lahumu ar-Rasūl).
- Maka tafakur adalah jembatan ruhani untuk sampai kepada maqam penerimaan tobat, dengan perantara mursyid yang shadiq.
Suhbah ini mengajarkan bahwa taubat yang hakiki dalam Thariqah Naqsyabandiyah memerlukan kehadiran batin di hadirat Rasulullah ﷺ, bukan hanya lisan. Dan jalan menuju itu adalah melalui tafakur yang mendalam, dengan muraqabah kepada mursyid yang tersambung sanad ruhaniahnya.
Tafakur bukan sekadar merenung kosong, melainkan penyerahan total ruhani dan penyucian diri dengan penuh kesadaran akan hubungan batin yang hidup antara murid, mursyid, dan Rasulullah ﷺ. Tafakur inilah inti dari perjalanan suluk yang sejati.